SuaraFakta.com – Penggugat menilai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan pelanggaran etik oleh para komisioner KPU, berpotensi menjadikan status pencapresan pasangan Prabowo-Gibran menjadi tidak sah atau batal demi hukum.
Tim Pengawal Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara, sebagai pihak yang mengajukan gugatan, menyampaikan bahwa keputusan DKPP tersebut telah merusak legitimasi moral KPU di mata publik.
“Maka KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar men-declare sebuah keputusan progresif tersebut,” ujar koordinator penggugat Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Petrus menekankan bahwa langkah pertama yang seharusnya diambil oleh KPU adalah mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024.
Kemudian, KPU diharapkan untuk memerintahkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mengajukan pasangan calon pengganti, mengingat pencalonan Prabowo-Gibran melibatkan sejumlah pelanggaran etik, hukum, dan konstitusi, termasuk mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Kehormatan MK.
“Ketiga, menunda penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 hari terhitung sejak tanggal 14 Februari 2024 agar KIM mengajukan capres dan cawapres pengganti akibat diskualifikasi terhadap Prabowo-Gibran,” ujar Petrus.
Pendiskualifikasi yang diusulkan oleh KPU disebabkan oleh keputusan DKPP yang menilai bahwa Gibran mendapatkan tiket cawapres melalui pelanggaran hukum dan etika.
“Sehingga tidak layak, tidak pantas, dan tidak sepatutnya menjadi cawapres 2024 mendampingi capres Prabowo Subianto,” Petrus menjelaskan.
Ia berharap agar implementasi keputusan DKPP ini dapat diawasi dengan baik untuk memberikan kontribusi positif pada perbaikan prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat, dan konstitusi yang telah dilanggar sejak dimulainya praktik nepotisme di era pemerintahan Presiden Jokowi.
“Karena KPU RI patut diduga berada dalam cengkraman dan kendali kekuasaan dinasti politik dan nepotisme Jokowi. Sehingga berhasil mengubah orientasi politik Komisoner KPU bahkan seluruh ASN menuju sikap politik monoloyalitas pada kepentingan dinasti politik dan nepotisme Jokowi,” Petrus menegaskan.