SuaraFakta.com – Praktik politik uang (money politic) seringkali terjadi menjelang penyelenggaraan Pemilu. Namun, saat ini, kita menyaksikan pergeseran dalam praktik tersebut sejalan dengan pandangan kritis dan independensi individu yang terlibat.
Fenomena ini terungkap melalui hasil survei yang dilakukan oleh agensi public relations dan public affairs Praxis pada tahun 2024. Survei ini melibatkan 1.001 mahasiswa berusia 16-24 tahun dari 34 provinsi di Indonesia.
Berdasarkan survei tersebut, sebanyak 42,96% mahasiswa mengungkapkan kesiapan untuk menerima uang, tetapi tanpa mempengaruhi pilihan terhadap calon legislatif maupun calon wakil presiden. Selanjutnya, 20,08% mahasiswa menyatakan kesiapan untuk menerima uang dan secara bersamaan memilih kandidat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sedangkan, sebanyak 10,99% menyatakan penolakan terhadap pemberian uang dan tidak akan memilih calon mana pun.
Sofyan Herbowo, Direktur Public Affairs Praxis PR dan Wakil Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI), mengomentari hasil survei ini dengan menyatakan bahwa riset menunjukkan independensi pandangan mahasiswa.
“Fakta membuktikan bahwa praktik politik uang tidak mampu memengaruhi pilihan mereka. Saya berharap survei ini dapat mendorong mahasiswa untuk memilih dengan bijak demi menjaga keberlanjutan ekosistem demokrasi yang sehat,” kata Sofyan, dikutip Selasa, 23 Januari 2024.
Di sisi lain, Arga Pribadi Imawan, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, memberikan hasil kualitatif yang menjelaskan alasan mengapa sebagian mahasiswa masih bersedia menerima uang meskipun mayoritas tidak akan memilih.
Menurutnya, generasi muda masih bersikap rasional dalam menentukan pilihan mereka dalam pesta demokrasi Pemilu.
“Pemilu diibaratkan seperti ‘pesta’, sehingga memberikan dan menerima uang maupun barang dianggap sebagai sesuatu yang harus atau wajar untuk dilakukan,” jelasnya.
Yang menarik, analisis terhadap Socioeconomic Status (SES) dalam survei juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat SES, praktik politik uang menjadi semakin tidak efektif.
Data melaporkan bahwa 15,94% dari upper class, 19,89% dari middle class, dan 29,21% dari lower class mengaku akan menerima uang dan memilih kandidat yang diminta.
Sementara itu, 47,51% dari upper class, 41,98% dari middle class, dan 27,12% dari lower class menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat yang diminta.
Adapun 13,07% dari upper class, 10,46% dari middle class, dan 9,87% dari lower class menyatakan kesiapan untuk menerima uang, tetapi tidak akan memilih kandidat yang diminta. Temuan lainnya mencatat bahwa 65,73% mahasiswa merasa pesimis bahwa praktik politik uang dapat dihilangkan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia.